Suku Tengger Brang Kulon Melaksanakan Upacara Adat Pembukaan Karo (Sodoran) "2018'




" HONG ULUN BASUKI LANGGENG" 

Lama tidak aktif dan tidak update atau memposting kabar dan berita seputar Tengger karena terkendala akun email yang ngambek dan tidak bisa di buka atau diaktifkan....
hehehehehe.............
kali ini saya mencoba kembali memposting tentang Adat Tengger brang Kulon.

Senin (27/08/2018),Warga suku Tengger Brang Kulon di Kabupaten Pasuruan merayakan Karo, Warga Suku Tengger brang kulon ini menggelar ritual Upacara Pembukaan Karo (Sodoran).

Upacara Pembukaan Karo (Sodoran) ini dilaksanakan setiap tahun saat memasuki bulan kedua kalender Tengger atau dua bulan setelah upacara Yadnya Kasada. Upacara ini diperingati oleh ratusan warga suku Tengger di 11 Desa yang ada diWilayah Kecamatan Tosari, Tutur dan Puspo.

Upacara Pembukaan Karo ini merupakan wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas diciptakannya Joko Seger dan Roro Anteng sebagai Leluhur Bromo dan 25 keturunannya.
Oleh karena itu, seluruh warga, mulai dari anak-anak hingga sesepuh tak melewatkan tradisi karo sejak hari pertama hingga 10-15 hari ke depan.

“Upacara karo ini hukumnya wajib bagi masyarakat tengger, makanya sekolah dan juga Lembaga yang lainpun diliburkan bahkan untuk bisa menghormati acara ini,


Upacara Karo didahului dengan tradisi Mblara’i dengan menarikan Tari Sodor/ Sodoran yang diperankan oleh Sesepuh Adat dan Tetua Adat yang ada dikawasan Brangkulon, Mblara'i dilakukan pada pukul 04.00 dini hari sebelum pagi harinya dilanjutkan dengan tari Sodor/Sodoran oleh Penari/Temanten Sodor dari masing-masing Desa sekawasan Tengger Brangkulon secara bergantian. Tarian ini sudah mulai dibawakan sejak tahun 1790 oleh para sesepuh, dengan membawa tongkat bambu wuluh berjumlah 12 buah.

 


Angka 12 ini merupakan simbol 12 bulan yang ada dalam satu tahun. Dalam bambu yang dihias serabut kelapa dan janur tersebut, ada banyak benih palawija yang sengaja dipasang sebagai lambang bahwa benih tersebut merupakan simbul dari awal kehidupan dan awal dari terjadinya manusia.


“Penari Sodor tidak hanya oleh sesepuh saja, melainkan ditarikan oleh anak-anak muda/mudi yang sudah menginjak usia Dewasa dan dianggap mampu untuk menarikan Tarian Sodor/Sodoran tersebut yang disebut Temanten Sodor.


Setelah upacara pembukaan karo, prosesi selanjutnya dinamakan dengan upacara Santi, Slametan Banyu, Pembukaan Jimat Klontong hingga puncaknya upacara penutupan di Wonokitri yang disebut Bawahan yang ditandai dengan Tari Ujung.

Tari ujung sendiri adalah simbul dari kedewasaan dan keperkasaan serta kekuatan, tari Ujung ditarikan oleh 2 orang laki-laki dan keduanya saling memukul lawanya dengan menggunakan rotan dan tidak sedikit yang mengalami luka akibat pukulan rotan tersebut.

Upacara Santi, setiap Dukun Adat Tengger dan kepala desa akan melaksanakan doa di hari pertama, barulah pada hari kedua dilanjutkan berdoa dari rumah ke rumah warga.

“Setiap warga akan memasang takir atau sesembahan dari kue khas Tengger seperti tetel, Pasung, Pipis, jenang, dan kue lainnya. Ada 5 warna kue yang menandakan 5 penjuru mata anginb barulah setelah itu dilanjutkan dengan andon mangan, yakni tradisi berkunjung dan makan dari satu rumah ke rumah lainya.

 Untuk Tahun ini Upacara Pembukaan Karo, Masyarakat Tengger juga mengangkat Pj Bupati Pasuruan Abdul Hamid sebagai warga kehormatan Suku Tengger dengan simbol penyematan ikat kepala (Udeng).

Dalam sambutanya Bapak Pj. Bupati Pasuruan, Abdul Hamid mengatakan “ Adat dan Budaya yang ada di Tengger ini harus dilestarikan, Kalau tidak dilestarikan, kesannya akan boring sehingga wisatawan juga tidak tertarik untuk datang kembali. Maka dari itu saya menghimbau kepada masyarakat sekitar untuk lebih kreatif dalam mengembangkan seni dan budaya yang sudah ada, meskipun tidak merubah keaslian atau tata cara budaya itu sendiri,”
»»  LANJUTKAN...

Warga suku Tengger Brang Kulon melaksanakan Upacara Adat Tengger Karo ( SODORAN)

Hong Ulun Basuki Langgeng ( Semoga Tuhan Selalu Memberkati makmur selamanya )

MASYARAKAT suku Tengger Brang Kulon di kawasan Gunung Bromo Jawa Timur, melaksanakan upacara tardisi Hari Raya Karo.
Upacara Hari Raya Karo pada tahun ini, dibarengi dengan Upacara selamatan Desa Tosari, Yang diselenggarakan setiap tahun ( satu tahun berdasarkan hitungan tahun Tengger ), yang dilaksanakan pada hari senin 28/09/2015 dengan ditandai iringan ancak yang diikuti oleh masing - masing Rukun Tetangga ( RT ) disetiap Dusun diwilayah Desa Tosari. Kurang lebih dua puluh enam ancak yang ikut berpartisipasi dalam Upacara Mayu/Selamatan Desa tersebut.

Setelah Ancak di usung ( pikul ) ke Balai Desa Tosari dan di berikan do’a oleh wakil dari tiga agama Hindu,Kristen d Islam selanjutnya ditutup dengan Japa mantra (Mekakat) oleh Dukun Adat, Ancak yang berbentuk dari beraneka bentuk replika rumah, perahu, mobil, dll  tersebut diperebutkan oleh masyarakat Tosari, Ancak lainnya diusung kembali untuk disebar ke beberapa tempat, Pasar Desa dan Punden Desa.
Selanjutnya pada malam hari diadakan kesenian hiburan rakyat berupa Tayuban/langen beksan, dalam acara tersebut  diundang seluruh tokoh masyarakat 11 Desa dari 3 Kecamatan antara lain Kecamatan Tosari yaitu Desa Tosari, Kandangan, Mororejo, Ngadiwono, Sedaeng, Wonokitri, Baledono, dan Podokoyo sedangkan  dari Kecamatan Puspo adalah Desa Keduwung dan dari Kecamatan Tutur yaitu Desa Ngadirejo dan Kayu Kebek ( Ledok Pring ). 
Melalui Kepala Desa Masing - Masing, mereka memberikan bantuan dana (turun) kepada Panitia Upacara Pembukaan Karo Desa Tosari. Bantuan dana tersebut akan dikembalikan oleh Desa Tosari setelah Desa yang bersangkutan tiba giliran mengadakan acara Pembukaan/Penutupan Hari Raya Karo dan Selamatan Desa.
Desa Tosari sebagai Desa yang dituakan mewakili wilayah Tengger Brang Kulon selanjutnya akan diteruskan oleh Desa lainnya. Upacara perayaan Hari Raya Karo di setiap desa diatur bergantian oleh para Dukun. Yang di Brang Kulon (Pasuruan) diawali dari Desa Tosari dan diakhiri di Desa Wonokitri Kecamatan Tosari yang Akrab disebut dengan Ujung-Ujungan ,
Tepat Pukul 03.30 wib dini hari, selasa 29/09/2015 diadakan Upacara Blara’i (mengawali ) yaitu menarikan Tari Sodor yang dilakukan oleh Tokoh - tokoh Adat ( sesepuh Adat).
Selanjutnya pukul 08.30 wib, iring-iringan Kemanten Sodor ( Penari Sodor ) berjalan dari lapangan Tlogosari (rumah Pak Sanggar) Desa Tosari kecamatan Tosari diiringi dengan Kesenian Ketepung dan Terompet khas Tengger menuju Punden. setelah itu menuju Balai Desa Tosari, dimana dijadikan tempat Upacara Pembukaan Hari Raya Karo.
Sebelum dilaksanakan prosesi, didahulu acara Resepsi Hari Raya Karo yang dihadiri oleh Muspida Kabupaten pasuruan.
Hari Raya Karo dirayakan setiap tanggal 15 bulan Karo (kedua) tahun saka. Hari Raya Karo 1978 caka tahun ini tepatnya 29 septembet 2015.
Makna Hari Raya Karo bagi masyarakat Tengger di Gunung Bromo adalah refleksi kehidupan. Mereka akan mawas diri, dari mana sejatinya manusia berasal, dan akan kemana tujuan kehidupan selanjutnya atau disebut Sangkan Paraning Dumadi. 
Secara tradisi perayaan Hari Raya Karo bagi warga suku Tengger di Brang Kulon (Pasuruan) diawali dengan upacara Tari Sodor, yakni sebuah tarian yang masih dianggap Sakral. Tari Sodor adalah gerakan-gerakan simbolisasi asal mula (proses) terjadinya manusia yang divisualisasikan dengan gerakan yang sangat mempertimbangkan kesopanan. Tari Sodor dilakukan oleh para warga dari desa-desa suku Tengger yang ada di Gunung Bromo. 
Para penari menggunakan sodor (tongkat) yang pada klimaks tariannya akan memuntahkan biji-bijian yang disimbulkan sebagai kesuburan. 
Tari Sodor hanya dipentaskan dalam upacara tradisional perayaan Hari Raya Karo.Penarinya dilakukan oleh laki-laki dan perempuan sejumlah enam perempuan dan enam laki-laki.
Upacara pembukaan Hari Raya Karo 1978 Saka dipimpin oleh seorang dukun yang membacakan puja mantra pembukaan Hari Raya Karo (mekakat). Namun doa penutup upacara dilakukan oleh pimpinan lintas agama, Hindu, Kristen, dan Islam.
Secara tradisi upacara perayaan Hari Raya Karo masih tetap dilestarikan bagi seluruh warga suku Tengger di Gunung Bromo hal ini sekaligus sebagai ciri dari DesaTengger dan dilakukan oleh mereka yang beragama Hindu, Kristen, maupun Islam. Warga Suku Tengger  merayakan hari raya Karo jauh lebih meriah dibanding melakukan upacara Yadnya Kasada .
Setelah Upacara Hari Raya Karo dibuka secara resmi melalui prosesi ritual maka seluruh masyarakat sudah diperbolehkan mengadakan upacara Santi dengan membuat sesaji dirumah masing-masing. Sedangkan para Dukun akan setia datang melayani do'a japa mantra kepada seluruh umat, tanpa terkecuali .
Usai melaksanakan santi yang dipimpin langsung oleh Dukun Tengger yang melayaninya ke masing-masing rumah warga, satu per satu warga kemudian saling kunjung untuk bersilaturahmi ( Dederek ). 
Tak heran jika selama Hari Raya Karo warga suku Tengger menyediakan aneka jajan dan makanan serta libur bekerja selama hari raya Karo tersebut belum ditutup dengan ujung-ujungan.

Langgeng Basuki ( Selamanya Makmur )

»»  LANJUTKAN...