Kaldera Tengger

dscn1663
Keindahan Kaldera Tengger yang merupakan kawasan utama Wisata Gunung Bromo terletak di Provinsi Jawa Timur. Tepatnya berada di wilayah administrasi pemerintahan empat daerah kabupaten, yakni Probolinggo, Pasuruan, Malang dan Lumajang. Kawasan wisata ini berada dalam satu wilayah Taman Nasional Bromo-Semeru-Tengger. Secara administratif pengelolaan dan penguasaan di bawah naungan instansi Departemen K ehutanan, Balai Besar Taman Nasional Bromo-Semeru-Tengger.
Kaldera Tengger yang menjadi inti pariwisata kawasan ini juga berada dalam wilayah administratif pemerintahan Kabupaten Probolinggo. Sedangkan Gunung
Klick
Pananjakan yang merupakan view point menyaksikan pesona alam Kaldera Tengger (Lautan Pasir, Gunung Bromo dan Gunung Batok) dan matahari terbit (sunrise) masuk dalam peta wilayah Kabupaten Pasuruan.

Dalam Kaldera Tengger yang memiliki diameter 5 km ini berdiri Gunung Bromo dan Gunung Batok. Bromo merupakan salah satu gunung berapi aktif di Pulau Jiwa. Kepunden kawah Bromo masih aktif mengeluarkan asap vulkanik beraroma belerang. Sementara Gunung Batok merupakan kawasan yang menjadi habitat utama bunga edelwis, salah satu icon wisata Kaldera Tengger. Suhu udara rata-rata berkisar antara 5°C - 22°C. Suhu terendah terjadi pada dini hari di puncak musim kemarau yang mencapai 3°C . Bahkan di beberapa tempat sering bersuhu di bawah O°C (minus).
Sunrise dan Berkuda
dscn1587
Menyaksikan matahari terbit di puncak Pananjaan merupakan daya tarik utama berwisata ke Bromo. Selain menjajal pengalaman naik kuda menuruni tanjakan dan melawati hamparan lautan pasir.
Ada tiga jalur utama untuk menuju kawasan wisata ini. Pertama melalui Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura Kebupaten Probolinggo. Kedua melalui Desa Wonokitri Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan. Dan jalur ketiga melalui Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. Ketiga jalur bisa dilalui kendaraan roda dua dan empat.
Hanya saja untuk jalur yang melalui Ngadas lebih baik mempergunakan kendaraan offroad. Selepas Jemplang harus menyusuri lautan pasir sebelum sampai di kaki gunung Bromo.
Bagi Anda yang mengunjungi Gunung Bromo memanfaatkan angkutan umum lebih baik mengambil jalur pertama. Dari Terminal Probolinggo bisa langsung naik angkutan menuju Terminal Ngadisari.
Bermalam di Ngadisari dan paginya diteruskan naik angkutan khusus kendaraan off road menuju Cemorolawang-Lautan Pasir-Pananjakan. Cukup banyak warga Ngadisari yang membuka usaha jasa angkutan khusus ini.
Dari kawasan Cemorolawang ini pula kita bisa menyewa kuda untuk berjalan-jalan di lautan pasir dan mengantar sampai anak tangga menuju kawah Bromo. Berapa tarifnya? Tergantung kepandaian kita menawar.
Jasa akomodasi juga tersedia cukup banyak baik itu yang homestay atau hotel. Tempat yang paling indah untuk bermalam adalah Cemorolawang. Sidikitnya ada tiga hotel yang langsung menghadap dan berbatasan langsung dengan bibir Kaldera Bromo. Dari halaman hotel kita langsung disuguhi indahnya pemandangan lautan pasir dengan lekak-lekuk keindahan Gunung Bromo dan Batok.
Berkunjung ke Bromo paling nikmat memang membawa kendaraan sendiri. Dengan kendaraan pribadi bisa langsung mengakses hotel di Cemorolawang. Hanya saja untuk ke lautan pasir dan Pananjakan wajib menyawa kendaraan offroad yang banyak tersedia.
Berbeda ketika kita melawati jalur ke dua, yakni melawati Tosari. Kendaraan pribadi bisa mengakses hingga Pananjakan dan lautan pasir. Hanya saja kurang menyenangkan jika memutuskan untuk bermalam di Kawasan Tengger dari jalur ini. Jarak hotel terdekat dengan lautan pasir masih sekitar 10 KM. Jika menginginkan bermalam di Bromo lebih baik lewat Ngadisari.
Pemandangan paling eksotik menuju Gunung Bromo adalah melewati jalur ke tiga. Melalui Malang-Tumpang-Ngadas. Selepas Jemplang (pertigaan yang memisahkan jalur ke Ranupani -Semeru dengan Gunung Bromo) kita akan disuguhi pemandangan yang begitu indah yang sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata. Untuk melewati jalur ini lebih baik mengendarai kendaraan offroad atau dikawal kendaraan offroad.


Pengorbanan Kesuma
12970869384d4ff9daaabc0
Kapan waktu yang paling baik berkunjung ke Bormo? Jika kita merencanakan berlibur tidak hanya untuk menikmati keindahan alam semata, lebih baik berkunjung ke Bromo saat Upacara Kasada digelar. Kita bisa menyelami keanegaraman budaya negeri ini.
Dukun (pemuka agama dan adat Suku Tengger) Desa Ngadisari, Sutomo menceritakan asal mula upacara Kasada terjadi pada akhir zaman dinasti Brawijaya yang memegang kekuasaan di Majapahit.Sang permaisuri dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Roro Anteng.
Menjelang dewasa sang putri menjalin asmara dan berjodoh dengan pemuda kasta Brahma, Joko Seger. Pada saat Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran yang bersamaan makin menyebarnya agama Islam di Jawa, beberapa punggawa kerajaan dan kerabatnya memutuskan untuk pindah ke wilayah timur Pulau Jawa.
Sebagian lagi menuju ke wilayah pegunungan yang kemudian dikenal dengan nama Tengger. Termasuk pasangan Rara Anteng dan Jaka Seger. Rara Anteng dan Jaka Seger membangun pemukiman dan kemudian memerintah di kawasan Tengger dengan sebutan Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger. Atau Penguasa Tengger Yang Budiman. Nama Tengger diambil dari akhir suku kata nama Rara Anteng dan Jaka Seger. Kata Tengger berarti juga Tenggering Budi Luhur atau pengenalan moral tinggi, simbol perdamaian abadi.
Dari waktu ke waktu masyarakat Tengger hidup makmur dan damai. Namun sang penguasa tidaklah merasa bahagia, karena setelah beberapa lama pasangan Rara Anteng dan Jaka Tengger berumahtangga belum juga dikaruniai keturunan. Pasangan ini kemudian memutuskan naik ke puncak gunung Bromo untuk bersemedi, memohon kepada Sang Hyang Widi agar karuniai keturunan. Tiba-tiba terdengar suara gaib yang mengatakan permintaan mereka akan terkabul dengan syarat. Apabila telah dikaruniani keturunan, anak bungsu harus dikorbankan ke kawah gunung Bromo. Roro Anteng dan Jaka Seger menyanggupinya. Beberapa waktu kemudian mereka dikaruniani 25 anak. Mereka tidak lupa akan janjinya. Namun sebagai orang tua, mereka tidak tega bila harus kehilangan salah satu anaknya untuk dikorbankan.
Para dewa menganggap mereka telah ingkar janji. Dan, dewa pun menjadi murka dengan mengancam akan menimpakan malapetaka.
" Kemudian terjadilah prahara. Kawah gunung Bromo menyemburkan api, desa menjadi gelap gulita. Saat prahara terjadi, Kesuma, sang anak bungsu lenyap dari pandangan karena terjilat api dan masuk ke kawah Bromo. Bersamaan dengan lenyapnya Kesuma terdengar suara gaib "Saudara-saudaraku yang kucintai, aku telah dikorbankan oleh orang tua kita dan Hyang Widi menyelamatkan kalian semua. Hiduplah damai dan tenteram, sembahlah Hyang Widi. Aku ingatkan agar kalian setiap bulan Kasada pada hari ke-14 haturkan sesaji kepada Hyang Widi di kawah Gunung Bromo.”
Setelah itu warga Tengger yang bermukim di sekitar Kaldera Tengger secara turun temurun menggelar ritual adat Kasada di Poten lautan pasir dan kawah Gunung Bromo.


0 comments:

Post a Comment

Terimakasih atas kunjungan Anda.
Kalau Anda menyukai Blog ini, tolong tinggalkan komentar yach...