Sejarah Tengger dimulai kurang
lebih Tahun 1115 Masehi atau Tahun 1037 Caka, pada masa pemerintahan Kerajaan Kediri
diperintah oleh Raja Erlangga. Pada waktu itu hiduplah seorang Resi yang
bernama resi Murti Kundawa, seorang resi yang mempunyai kesaktian tinggi karena
memiliki sebuah pusaka yang bernama kyai Gliyeng. Setelah diangkat menjadi
senopati Murti Kundawa berganti nama menjadi resi Kandang Dewa.
Resi Kandang Dewa mempunyai empat orang anak
yaitu Joko Lajang, Dewi Amisani, Joko Seger dan Dani Saka. Dari keempat
putranya Joko Segerlah yang mewarisi ilmu dari sang ayah dan diwarisi pusaka
Kyai Gliyeng sehingga menjadi seorang pendekar yang pilih tanding.
Pada
masa kerajaan Kediri terdapat sebuah Kadipaten yaitu Kadipaten Wengker ( Daerah Ponorogo ) yang dipimpin oleh seorang
Adipati bernama Surogoto. Adipati Surogoto mempunyai seorang putri cantik yang
bernama Dewi Retno Wulan, akan tetapi Dewi Retno Wulan
tidak diimbangi dengan kesehatannya. Dewi Retno Wulan menderita penyakit
bawaan yang tak kunjung
sembuh dari kecil sampai dewasa. Berbagai upaya
sudah dilakukan oleh
Sang Adipati untuk menyembuhkan putri
semata wayangnya, dari
mulai Dukun ( paranormal ) Tabib
bahkan seorang Resi
yang mempunyai ilmu tinggipun belum mampu menyembuhkan penyakit Putri
Dewi Retno Wulan. sehingga membuat Adipati Surogoto merasa sedih begitu
pula seluruh rakyat Kadipaten Wengker.
Sampai akhirnya
tepat pada bulan Kartika Adipati
Surogoto mengadakan sayembara,siapa yang dapat menyembuhkan Putri semata
Wayangnya, apabila ia seorang wanita akan dijadikan saudara Dewi Retno Wulan
dan apabila ia seorang laki-laki akan dijodohkan menjadi suami Dewi Retno
Wulan. Kabar tersebut tersebar sampai di wilayah Kediri begitu juga
Joko Seger telah mendengar kabar tersebut, akhirnya dengan restu sang ayah dan
dengan dibekali pusaka Kyai Gliyeng Joko Seger berangkat ke Kadipaten Wengker.
Saat itu bertepatan dengan bulan Kartika Joko Seger mengikuti sayembara di
Kadipaten Wengker. Setelah menghadap Adipati Surogoto ,Joko Seger diijinkan
untuk mengikuti sayembara, berangkatlah Joko Seger menuju alun-alun Kadipaten
Wengker untuk bersemedi sambil menancapkan pusaka Kyai Gliyeng , dalam
semedinya Joko Seger didatangi Bethara Brama yang memberikan petunjuk bahwa ,
Dewi Retno Wulan dapat sembuh apabila diberikan ramuan yang terbuat dari buah delima dan namanya perlu diganti sesuai
dengan sakitnya. Akhirnya setelah selesai bersemedi Joko Seger kembali ke
Kadipaten untuk melaksanakan petunjuk Bethara Brama,Dewi Retno Wulan diberikan
ramuan buah delima yang sudah direndam dengan air suci, setelah selesai minum
tiba-tiba Dewi Retno Wulan menjadi sembuh dan kemudian namanya diganti menjadi
Dewi Loro Anteng.
Melihat anaknya
sembuh Adipati Surogoto sangat bahagia begitu juga seluruh rakyat Kadipaten
Wengker,akhirnya Adipati menepati janjinya Joko Seger dikawinkan dengan Dewi
Loro Anteng yang tidak lain adalah Dewi Retno Wulan yang telah diganti namanya
sesuai dengan petunjuk hasil semedi Jogo Seger.Dan Sang Adipati akan
melaksanakan Upacara Selametan Karo (
Upacara Karo adalah Upacara Nyelameti
keduanya yaitu Joko Seger dan Loro Anteng ) tepat pada saat bulan
Pusa. Berawaldari ucapan sang adipati inilah tradisi Upacara Karo yang oleh masyarakat tengger setiap tahunnya
diperingati sampai sekarang ini.
Upacara pernikahan Joko Seger dan
Dewi Loro Anteng dilaksanakan pada tanggal 15 bulan Pusa,rombongan pengantin
dari Kediri dengan diiringi prajurit dan Penari Sodor Putra – Putri yang
berjumlah dua belas orang.yang masing – masing
membawa sebatang bambu yang diisi berbagai macam biji palawija dan
ujungnya ditutup dengan serabut kelapa.Sedangkan ditempat pengantin putri (
kadipaten Wengker ) menyediakan berbagai macam sesajen antara lain Takir Janur
( pupus daun kelapa ), gayung bathok ( bathok kelapa ) , pengaron (
alat masak yang tebuat dari tanah liat ) dan seluruh perlengkapan sesajen
lainya,perhelatan Upacara Perkawinan dengan berbagai macam Ubo Rampen (
peralatan dan sesajen ) ini dinamakan upacara
Tawang Walagara atau Tawang
Padang. adapun Tari Sodoran yang
dilakukan oleh pihak
pengantin pria dinamakan Sodoran
( ngenom / pembuka ). Selanjutnya untuk mempererat tali
persaudaraan antara kedua keluarga maka Joko seger dan Loro Anteng beserta kerabat dari keduanya diharuskan
saling kunjung mengunjungi satu sama lainnya ( yang sekarang dikenal dengan Dederek
yaitu acara kunjung mengunjung antara kerabat,teman tetangga yang disertai
dengan minum dan makan sebagai rasa penghormatan kepada yang mengunjungi ).Setelah
itu Joko Seger dan Loro Anteng sebagai pasangan Manten Anyar ( kemanten baru ) diharuskan melakukan upacara
Nyadran / Nelasih ( pergi ke makam keluarga yang telah meninggal
dunia untuk berdo’a dan memohon restu.
Setelah dilakukan Upacara Tawang
Walagara atau Tawang Padang , Dederek dan melakukan Nyadran
ditutup dengan Upacara Bawahan ( Penutup ). maka Joko Seger
dan Loro Anteng hidup menjadi sepasang
suami istri yang sah dan siap mengarungi bahtera rumah tangganya sendiri.
Baca Juga cerita selanjutnya dalam EPISODE JOKO SEGER DAN LORO ANTENG
0 comments:
Post a Comment
Terimakasih atas kunjungan Anda.
Kalau Anda menyukai Blog ini, tolong tinggalkan komentar yach...